Kisah Non Muslim yang Tersentuh oleh Akhlak Islami

ARTIKEL KE 740 

Kisah inspiratif..  

Penulis novel Eat, Pray, Love,  Elizabeth Gilbert, ternyata punya kisah lain tentang Indonesia yang belum pernah diceritakannya. Tulisannya adalah bukti kalau Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia bisa menjadi inspirasi global.
Novel Eat, Pray, Love, bercerita bagaimana sang penulis mendapatkan pencerahan hidup di suatu tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota besar dan gemelap lampu. Novel yang sudah difilmkan dengan aktris Julia Robert sebagai pemeran utama ini juga sukses menaikkan pamor Bali sebagai kota wisata dunia.
Namun, rupanya Elizabeth masih menyimpan kisah yang tidak terungkap dalam novelnya. Dia menulis sendiri kisah ini untuk Conde Nast Traveler pada edisi Maret 2016. 



Elizabeth menceritakan ujung petualangannya di Indonesia bukanlah Bali. Dia menginjakkan kaki sampai ke sebuah pulau terpencil di sebelah timur pulau Bali. Dia tidak menyebutkan nama pulaunya, namun diperkirakan ini ada di NTB karena dia menyebutkan alat transportasi di pulau itu hanya perahu dan kereta kuda.
Judul artikelnya adalah Elizabeth Gilbert's Life-Changing Story from Indonesia (That You Haven't Heard) atau Ceritayang mengubah hidup Elizabeth Gilbert tentang Indonesia (yang tak pernah diceritakan sebelumnya).
Seperti judulnya, dia mengatakan di pulau nelayan terpencil ini, pandangan hidupnya berubah. Elizabeth yang sudah traveling keliling dunia demi mengobati penyakit depresinya.
Di pulau ini dia menyewa sebuah rumah bambu, dan melewati hari-hari galaunya dengan jalan kaki keliling pulau pada pagi dan sore hari. Elizabeth pada awalnya banyak menghabiskan waktu dengan menangis sepanjang tinggal di sini.

Saat melakoni rutinitasnya jalan kaki keliling pulau, dia selalu melewati rumah seorang nelayan muslim yang istrinya berhijab. Sang istri selalu tersenyum saat Elizabeth lewat, bahkan belakangan seperti menunggu Elizabeth lewat setiap hari. Dia tak bisa berbahasa Inggris, Elizabeth pun tak bisa berbahasa Indonesia. Jadilah mereka hanya saling melempar senyum.
Suatu ketika Elizabeth sakit parah berhari-hari di rumah bambunya. Dia sedih sekali karena tidak ada seorangpun yang dia kenal di pulau ini. Bahkan dia hidup tanpa jaringan internet sehingga para sahabatnya pun tidak tahu keadaannya.
Dalam keputusasaan itu, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya. Muncul sang istri nelayan berhijab. Dengan bahasa yang tidak Elizabeth pahami perempuan itu memeriksa kondisi tubuh dirinya yang sakit. Dia pergi sebentar lantas kembali membawa nasi dan tumbuhan obat.
Perempuan itu menemani Elizabeth makan dan memeluknya akrab. Perempuan ini tahu Elizabeth dalam masalah karena tidak muncul berkeliling pulau seperti biasanya. Elizabeth sungguh tak menyangka perempuan ini begitu penuh perhatian pada  dirinya.

Di titik itulah Elizabeth menyadari kesalahannya selama ini. Masalah hidup yang membuat dirinya mengisolasi diri. Padahal yang dia butuhkan bukanlah kesendirian dalam keterpencilan tapi hubungan dengan orang lain.
"Dia tidak hanya menyembuhkan saya, tapi mengajari saya: jangan sendirian dan jangan sombong. Lihat orang lain dan biarkan diri kamu terlihat oleh orang lain. Bantu orang lain dan biarkan diri kamu dibantu orang lain. Buat kontak dan buka diri untuk menerima kebaikan orang lain," kata Elizabeth.
Nah, kenapa Elizabeth baru cerita soal ini sekarang? Menurutnya, sejak tragedi 11 September, banyak orang takut dengan Islam termasuk Indonesia.
Elizabeth ingin mengatakan justru di Indonesia dia berjumpa muslim yang dia sebut sebagai orang paling baik yang dia kenal. Islam selama ini dicurigai, ternyata Islam begitu menyejukkan ....
"Dia memeluk saya dengan aman ketika saya sangat ketakutan, dan dia membantu saya sembuh. Dia menjadi contoh bagaimana kita semestinya saling menjaga satu sama lain di dunia ini... Ketika orang takut dengan dunia Islam (Islamophobia merajalela), saya selalu memikirkan dia," ujarnya.
Kedua, secara umum Elizabeth melihat orang-orang modern kini hidup dalam ketakutan, penuh curiga. Mereka ibarat mengisolasi diri sendiri dari permasalahan hidup, justru itu salah. Sifat yang hangat serta terbuka dari seseorang akan menyelamatkan diri mereka, bukan dengan mengunci diri di rumah.
Di akhir tulisannya, Elizabeth memiliki solusi bagi permasalahan hidup banyak orang. Dia meminta semua orang mengambil falsafah hidup para traveler, bertualang, bertemu dengan banyak orang dan hidup saling bantu membantu. Dengan begitu kita saling mengatasi masalah satu sama lain.
"Saya ingin hidup di dunia yang penuh orang yang saling menyapa di sepanjang jalan lalu bertanya. Sahabatku, siapa namamu, bisakah kita saling membantu? Untuk itu kita semua mesti menjadi traveler, menjelajahi dunia, bertemu banyak masyarakat yang berbeda dan memperluas wawasan kita. Kita ibarat berjalan ke sisi lain sebuah pulau, mengetuk pintu rumah orang lain,mencoba berbaur dengan kehidupannya dan membiarkan orang lain masuk dalam kehidupan kita," tutupnya.
Sungguh kisah yang inspiratif! Sebuah norma dan falsafah hidup orang Indonesia yang tersimpan rapi di keterasingan sebuah desa nelayan dalam pribadi seorang istri nelayan Muslim, menunggu seorang Elizabeth Gilbert menemukannya, merawatnya untuk diceritakan ke seluruh dunia.
(Baca: membaiki orang itu menarik rezeki)

Wallahu alam..

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ada Yang Salah di Otak Kita, Makanya Rezeki Kita Hanya Seuprit.

Menarik Rezeki dengan Asmaul Husna (5)

Bolehkah Menolak Rezeki?