Tak Cukup Dengan Cari Rezeki Saja

Tidak Perlu Ayah (jika hanya) untuk Cari Nafkah...

Tulisan yang bisa jadi pengingat buat kita yang sudah menjadi orang tua. Saya tulis lagi kembali di sini sebagai bahan pelajaran buat pembaca blog lancarrezeki.blogspot.com ini. 

Mungkin agak terdengar sombong jika kalimat ini terlontar dari mulut seorang istri, atau bahkan seorang anak. Karena sesungguhnya, salah satu tugas seorang lelaki dalam rumah tangga adalah mencari rezeki dan memberi nafkah keluarganya, baik sebagai suami, sebagai Ayah maupun sebagai anak kepada orang tuanya yang sudah sepuh.
(baca : haruskah rezeki dicari oleh suami?)

Ayah dan anak-anaknya di Kyoto City Zoo, Jepang

Tapi kenyataannya, tak sedikit para lelaki yang menggadaikan kehormatannya lantaran tak menjalankan perannya sebagai pencari rezeki / nafkah. Pernah liat bapak rumah tangga yang hanya tinggal di rumah, menjaga si kecil, belanja di pasar dan masuk dapur? Ini bukan soal besar kecil hasil yang didapat, tetapi soal menjalankan perannya dalam keluarga.
(baca : tips menjadi suami efektif dan berezeki baik)

Tak sedikit pula yang perannya sebagai pencari rezeki utama dalam keluarga justru tergantikan oleh isterinya. Setidaknya kalaupun bukan tergantikan, ya sedikit tergeser lah (bisa jadi karena gajinya lebih besar, pekerjaannya jauh lebih "penting", isterinya jauh lebih mampu dan mapan dalam karier). Coba lihat,  banyaknya perempuan yang justru "terpaksa" bekerja lantaran peran suaminya dirasa kurang, dalam bahasa yang lebih simpelnya, uang belanja dari suami tak mencukupi. Meskipun cukup itu relatif ya...
Di sini tak merujuk perempuan yang bekerja karena memang mereka senang dan bagian dari aktualisasi diri lagipula sudah dapat izin resmi dari suami. 
(baca : rezeki isteri dan bolehkah sedekah pada suami?)



Lanjut kita bahas soal peran ayah dalam keluarga. Apakah suami / ayah ini memang tugasnya hanya sebagai pencari rezeki / nafkah tok ? Apa mereka ini ditakdirkan hanya buat bikin asap dapur ngebul? 
Tentu tidak. Sebenarnya peran suami / ayah bukan hanya soal kerja keras nyari rezeki / nafkah halal buat keluarganya. Karena kalau cuma soal nafkah, sorry menyorry bung, kini peran itu juga banyak dilakukan oleh wanita (isteri atau ibunya anak-anak), dan bahkan oleh anak-anak. Lihat saja anak jalanan, orang tuanya ada, malah leyeh leyeh di bawah pohon sementara anaknya ngamen di lampu merah dengan resiko tertabrak, atau pelecehan.

Pernah dengar ungkapan klasik ini gak? "Ayah sudah lelah mencari nafkah, urusan sekolah anak-anak itu urusan ibu..." kata si Ayah ke ibunya anak-anak.
Di kesempatan lain, juga pernah dengar seperti ini, "Bu, tolong hargai Ayah, setiap Ayah pulang rumah selalu berantakan. Kamu ngapain aja sih? Ayah capek kerja seharian, sampai rumah lihat rumah berantakan begini..." tanpa peduli lagi pada kenyataan bahwa setiap jam rumah dirapihkan, dan hanya butuh waktu lima menit akan kembali berantakan oleh ulah anak-anak.
Terus? Kalau sudah mencari rezeki / nafkah, ayah nggak perlu direpotkan sama urusan pendidikan anak? Belajarnya anak, antar ke sekolah, rapat orang tua murid dan urusan lainnya. Padahal anak itu ada karena dia kan? Mustahil dong si ibu bisa mengandung tanpa kontribusi si ayah? Bahkan di belakang namanya si anak membawa nama ayahnya, bukan ibunya?
Lalu mengapa ayah ogah terlibat dalam kehidupan anak-anaknya yang terlahir karena dia? Lalu mengapa ayah enggan menjadi kekasih isterinya jika ternyata wanita yang mendampinginya itu bukan hanya butuh diberi uang belanja tapi juga butuh dibelai dan dibantu dalam urusan rumah?

Kalau sudah mencari rezeki / nafkah, kerja keras banting tulang peras keringat, ayah jadi haram pegang sapu? Bersih bersih rumah, bantu isterinya yang sejak bangun pagi sampai tengah malam sibuk dengan urusan rumah yang (memang) nggak ada habisnya? Belum lagi kalo ternyata isterinya juga kerja?
Sederhananya, memangnya fungsi ayah cuma cari rezeki / nafkah doang?
Seringkali sosok ayah ada di rumah, tetapi hanya fisiknya yang hadir, tidak jiwanya, tidak perannya.
Waktu kita kecil emang seperti sosok ayah inikah yang kita cita-citakan?

Anak bertanya soal pelajaran, lalu dengan enteng berkata, "Tanya ibu sana, Ayah capek..." padahal sedang main gadget, baca WA, medsos.
Sosok Ayah harus hadir secara utuh di rumah, bagi isterinya, bagi anak-anaknya, bagi keluarganya. Perlu dicatat ni jika anda seorang seorang Ayah, karena peran ayah dalam rumah tangga itu banyak, sebagai kepala keluarga, sebagai pemimpin, sebagai kekasih ibu dan pelindung keluarga, bukan cuma sebagai pencari rezeki / nafkah.

Sosok ayah perlu hadir untuk memberi rasa aman, nyaman, ketenangan dan percaya diri seluruh anggota keluarga. Jangan sampai justru ada ayah malah bikin nggak nyaman seisi rumah, hati-hati dengan KDRT, hati-hati dengan membully anak / isteri. Pernahkah terlintas di pikiran anda apa kata anak-anak tentang ayahnya? "Tenang, ada Ayah..." kalimat ini suatu waktu mungkin keluar dari mulut bocah-bocah lelaki dan perempuan karena ayah adalah sosok lelaki yang memang benar-benar bisa diandalkan. Tangguh. 
Kehadiran Ayah sejatinya dirindukan, oleh isteri maupun anak-anaknya. Jangan abaikan pesan singkat dari anak misalnya, "Ayah pulang jam berapa ?" Ada rindu tersirat dari kalimat itu.
(baca : bagaimana mengelola rezeki suami isteri?)

Dua tiga hari ayah tak pulang karena tugas kantor, suasana rumah jadi terasa sepi, isteri dan anak-anak merasa kurang aman dan nyaman. Jika masih seperti ini, tersenyumlah. Artinya sosok ayah masih sangat dibutuhkan sebagai pelindung, pengayom dan pemberi rasa aman.
Hadirnya sosok ayah juga menjadi contoh baik bagi anak lelaki, bagaimana menjadi ayah masa depan dan menjadi contekan bagi anak perempuan kelak mencari pasangan. Pernah kah anak perempuan Anda berkata, "Aku ingin punya suami kelak seperti Ayah" ... Ah, indahnya kalimat itu terdengar.

Hadirnya seorang ayah secara utuh, bukan soal seberapa banyak waktu yang dipunyai di tengah kesibukan bekerja mencari rezeki. Sebab, nyatanya masih banyak ayah yang bisa tetap "hadir" di keluarganya meski waktunya tak banyak. Ini soal peran, bukan soal waktu. Ini tentang kesadaran, bukan tentang seberapa sejahteranya sebuah keluarga. Kualitasnya yang perlu bukan kuantitasnya. Meski sebentar tapi berkesan itu lebih baik daripada lama tapi dipaksakan. Peran ini, tak bicara soal pangkat, status sosial, apalagi soal besar kecilnya gaji sang ayah.
Satu lagi, lelaki yang dipanggil ayah ini pun bukan sosok yang bikin suasana rumah jadi tegang, serius melulu, kaku, apalagi angker. Anak-anak nggak hanya butuh Ayah sebagai orang tua, tetapi juga butuh sahabat bercerita, teman bermain, lawan berkelakar. Ayah yang bisa menempatkan diri, kapan bisa tegas sebagai orang tua, kapan bisa lembut sebagai sahabat dan kapan bisa ceria layaknya teman main.
Ah terlalu panjang rasanya kalo mo dibahas peran ayah dalam artikel ini. Bukan kapasitas saya juga bahas parenting disini, gak punya latar belakang ilmunya. Saya juga hanya seorang anak dari seorang ayah, seorang isteri dari seorang suami dan seorang ibu yang harus bekerjasama dengan suami yang bergelar ayah untuk membesarkan anak-anak.
Harapannya sih semoga sosok lelaki yang dipanggil ayah ini selalu dirindukan, ada dan tiadanya nanti. Tak tergantikan di hati seluruh anggota keluarga, sampai kapanpun dan dimanapun mereka berada.

Wallahu alam....

Comments

Popular posts from this blog

Ada Yang Salah di Otak Kita, Makanya Rezeki Kita Hanya Seuprit.

Menarik Rezeki dengan Asmaul Husna (5)

Bolehkah Menolak Rezeki?