99 Banding 1
Cerita Pemberi Inspirasi
Satu hilang dicari, 99 yang dimiliki tak disyukuri. Itulah sifat manusia yang memang ditakdirkan selalu berkeluh kesah. Tak pernah puas dengan apa yang sudah dimilikinya. Ingat ungkapan bahwa rumput tetangga lebih hijau dari rumput di halaman sendiri? Ya, karena kebanyakan kita suka menilai dan membandingkan. Standar yang kita pake pun adalah standar buatan sendiri sehingga tidak fair. "Mengapa si A kok rezekinya melimpah padahal gak pernah tuh jalan ke mesjid?" Kata kita mengomentari tetangga A yang hidupnya wah meski jarang shalat jamaah di mesjid kompleks. "Kenapa si B kok rezekinya gampang, selalu mudah dapat proyek padahal waktu di sekolah kan dia bodoh, pernah tinggal kelas lagi?" Kata kita lagi nyinyir terhadap teman sekolah si B yang menurut kita bodoh tapi hidupnya mudah. Trus kok hidupku gak kaya' si A dan si B, padahal aku rajin shalat, rajin ibadah, mana pintar waktu di sekolah. Aku kok rezekinya pas-pasan? Jawabannya ada di sini sudah beramal dan ikhtiar kok belum kaya?
Padahal tahu apa kita dengan hidup si A dan si B? Kok gampang banget kita menilainya? Bisa saja kita gak liat dia jamaah di mesjid sebelah tapi jamaahnya di mesjid lain yang jauh dari rumah bukankah makin jauh mesjid makin banyak pahalanya? Trus kita kan gak liat dia setiap hari dhuha dan malam tahajudan?
Trus si B yang bodoh tapi bisa mempekerjakan orang yang pandai dan itu yang membuat bisnisnya lancar? Belum lagi dia doyan sedekah dan mungkin punya panti asuhan sendiri?
Udahlah stop penilaian...stop juga mengasihani diri!
Baca kisah di bawah ini..
Padahal tahu apa kita dengan hidup si A dan si B? Kok gampang banget kita menilainya? Bisa saja kita gak liat dia jamaah di mesjid sebelah tapi jamaahnya di mesjid lain yang jauh dari rumah bukankah makin jauh mesjid makin banyak pahalanya? Trus kita kan gak liat dia setiap hari dhuha dan malam tahajudan?
Trus si B yang bodoh tapi bisa mempekerjakan orang yang pandai dan itu yang membuat bisnisnya lancar? Belum lagi dia doyan sedekah dan mungkin punya panti asuhan sendiri?
Udahlah stop penilaian...stop juga mengasihani diri!
Baca kisah di bawah ini..
Konon ada seorang Raja yang kaya raya. Hari itu Sang Raja sedang termenung memandangi taman didepan istananya. Bunga-bunga yang indah dan tertata rapi tak bisa menghilangkan rasa gundahnya. Ia selalu gelisah dan tak pernah merasa tenang serta merasa sulit menemukan kebahagiaan.
Sikap hidup yang didominasi rasa gelisah itu membuat kesehatannya mulai menurun. Malam hari ia mulai susah tidur karena pikirannya kalut dan begitu banyak yang mengganggu benaknya. Meskipun ia tidur didalam kamar yang mewah dan kasur yang empuk dan nyaman.
Sambil melamun, tampaklah seorang tukang kebun yang sedang bekerja sambil tertawa. Wajahnya penuh senyuman dana keceriaan. Padahal ia hanya seorang tukang kebun yang tentu hartanya tak sebanding dengan dirinya. Tapi mengapa ia tampak begitu bahagia?
Tak nampak kesedihan di wajahnya. Ia terlihat begitu menikmati hidup. Dia bekerja menata taman dan menyirami bunga-bunga yang menjadi tanggung jawabnya dengan hati yang senang.
Karena heran Raja pun memanggil penasihatnya dan bertanya, “Wahai penasihatku, siapakah tukang kebun ini, hidupnya tampak begitu bahagia padahal dia tak sekaya aku, sementara aku hidup bergelimang harta tapi selalu merasa tidak tenang dan gelisah.!!”
Penasihat yang bijaksana itu tersenyum dan berkata, “Semua akan ditentukan oleh "Ujian 99". Bila tukang kebun itu terkena ujian ini, maka hidupnya akan gelisah dan ia tidak akan bisa tidur seperti halnya Paduka.”
“Apa yang kau maksud dengan ujian 99?” tanya raja.
“Besok malam aku akan perintahkan utusan untuk membawa hadiah kepada tukang kebun itu. Akan dibawa satu kotak uang dan bertuliskan 100 Dinar di atasnya. Namun sesungguhnya isi kotak itu hanya 99 dinar saja.”
Meski bingung dengan rencana penasihatnya Sang Raja ikut saja dengan rencana tersebut. Kemudian berangkatlah utusan ke rumah tukang kebun tersebut dengan membawa hadiah dimaksud.
Ketika pintu diketuk dan dibuka sendiri oleh si tukang kebun ia terperanjat melihat utusan membawa kotak hadiah. Dengan wajah bingung dia bertanya, "Apa ada yang bisa kubantu, utusan?"
“Ini hadiah dari raja untukmu.” kata si utusan.
“Ya, tapi mengapa?" Katanya masih bingung. Si utusan tak menjawab tapi segera berlalu. "Sampaikan terima kasihku kepada raja.” jawab tukang kebun sambil berteriak kegirangan. Ia melihat kotak dengan tulisan 100 dinar. Wah ini namanya rezeki tak disangka. Belum pernah ia memegang uang sebanyak itu.
Ia segera membawa masuk kotak itu dalam rumah dan hal pertama yang dilakukannya adalah menghitung jumlahnya. Namun anehnya, dihitung berapa kalipun jumlah uang didalam kotak itu hanya 99 dinar. Dia pun mencoba menghitung ulang lagi, jumlahnya tetap 99.
Dia yakin, pasti ada uang yang jatuh. Dia mencari-cari di sekitar pintu, mungkin saja 1 dinar itu tercecer. Tapi hasilnya nihil. Akhirnya dia mencoba untuk menelusuri sepanjang jalan menuju istana. Semalaman ia mencari tapi tetap tidak menemukan apa-apa.
Matahari mulai terbit, raja pun seperti biasa duduk termenung memandangi taman kerajaan yang luas. Tak berapa lama datanglah tukang kebun dengan wajah masam dan merengut. Raja pun kaget dan bertanya pada penasihatnya, “Apa yang terjadi padanya? Tak biasanya ia datang dengan wajah seperti ini !”
Penasihat raja menjawab, “Paduka raja, begitulah hidup. Kita memiliki banyak hal namun kita mencari yang tidak kita punyai. Orang ini diberi 99 dinar secara cuma-cuma namun ia sibuk mencari 1 dinar yang tidak bersamanya.” Padahal kalo dia mau betul-betul menghitung 99 itu jauh lebih banyak dari 1 dinar. Hanya fokusnya yang beda. Dia berpikir bahwa nanti hatinya akan bahagia bila 1 dinar itu dia temukan dan menggenapkan miliknya menjadi 100 dinar.
Begitu juga dengan kita. Kita nanti merasa bahagia jika diberi rezeki sebesar gunung padahal sebesar bukit saja sudah cukup membuat bahagia jika kita syukuri.
Begitu juga dengan kita. Kita nanti merasa bahagia jika diberi rezeki sebesar gunung padahal sebesar bukit saja sudah cukup membuat bahagia jika kita syukuri.
Kegelisahan hati muncul karena kita mencari sesuatu yang tidak kita miliki, padahal kita punya jauh lebih banyak yang bisa kita syukuri.
Akhirnya Raja pun paham apa maksud penasihatnya yang bijaksana. Mulailah ia menata diri dan menghitung nikmat yang dimilikinya, bukan nikmat yang tidak dipunyainya.
Akhirnya Raja pun paham apa maksud penasihatnya yang bijaksana. Mulailah ia menata diri dan menghitung nikmat yang dimilikinya, bukan nikmat yang tidak dipunyainya.
Kisah ini memberi pelajaran yang berharga bahwa telah banyak nikmat / rezeki Allah yang telah dicurahkan pada kita, namun kita sibuk menanti sesuatu yang belum datang. Kita sibuk mengejar rezeki yang entah di mana berada, cemas dan kalut karenanya, dapat gak ya? Tapi kita lupa dengan rezeki yang sudah ada di tangan kita. Tubuh yang sehat, keluarga yang bahagia, anak-anak yang saleh, makanan yang selalu tersedia meski sederhana, kendaraan yang siap mengantar kita kemana saja meskipun hanya kendaraan tua tapi masih berfungsi dengan baik. Akhirnya kita hidup dalam kegelisahan, seperti sang raja dan si tukang kebun tadi. Gelisah tak menimpa si miskin saja, bahkan si kaya pun demikian karena gelisah itu penyakit hati.
(baca : hitunglah rezekimu dan berhenti ngeluh)
(baca : hitunglah rezekimu dan berhenti ngeluh)
Allah SWT berfirman dalam Surah Luqman ayat 20;
Bila kita selalu sibuk mencari sesuatu yang tidak kita miliki, maka kita tidak punya waktu untuk menikmati anugerah yang sudah kita miliki...
Sibuk menanti rezeki yang belum pasti didapat tapi rezeki ditangan tak disyukuri..
Sibuk menanti rezeki yang belum pasti didapat tapi rezeki ditangan tak disyukuri..
Wallahu alam
Comments
Post a Comment