Pantas Rezeki Menjauh !

PRAKTEK JUAL BELI YANG MENDATANGKAN REZEKI  

Jual beli adalah kegiatan yang sudah jadi biasa bagi kita sehingga dianggap tidak terlalu istimewa untuk dibahas. Kita sebagai konsumen membutuhkan barang untuk memenuhi kebutuhan kita dan penjual menyediakan barang tersebut dengan imbalan sejumlah uang.
Transaksi jual beli bisa terjadi jika kedua belah pihak sama-sama setuju dengan harga barang tersebut. Yang paling penting dari transaksi jual beli adalah adanya keikhlasan antara penjual dan pembeli dengan harga yang disepakati bersama sehingga jual beli itu jadi berkah.



Berikut adalah kisah Imam Abu Hanifah saat membeli kain sutera dari seorang ibu di pasar. Sang Imam menemukan sebuah kios yang menjual kain yang dia cari.
"Ibu, berapa harga kain ini?" tanyanya.
"Cukup seratus dirham saja tuan." kata ibu itu. Mendengar hal itu beliau terkejut dan berkata,
"Seratus dirham? Ibu tentu salah. Ini kain mahal bu, masa harganya hanya seratus dirham? Kata beliau heran. "Tolong naikkan lagi harganya," katanya setengah memaksa.
"Empat ratus dirham bagaimana?" kata sang ibu  dengan nada suara ragu-ragu.
Tapi apa jawab sang Imam.
"Tidak mungkin. Ini benar-benar kain terbaik. Bagaimana kalau ibu tanyakan ke ahli tekstil di pasar ini berapa harga yang layak untuk kain tersebut?"
Setengah heran campur takjub si ibu penjual kemudian meninggalkan kiosnya.
Kemudian dia bertanya kepada seseorang yang memang ahli soal kain sutera diujung pasar, berapa harga sepantasnya kain tersebut. Setelah mendapat jawaban kembalilah ia menemui sang Imam dan berkata.
"Ahlinya bilang kain ini biasanya berharga lima ratus dirham tuan."
"Nah itu baru harga yang pantas untuk kain seindah ini. Baiklah aku beli dengan harga lima ratus dirham." Sang Imam kemudian mengeluarkan uang sejumlah tersebut dan mengangsurkannya pada ibu penjual. Si ibu menerimanya dengan mata berkaca-kaca tak menyangka ada pembeli sebaik beliau.

Masya Allah. Sebuah kisah yang menawan bukan? Di manakah kita bisa menemukan kembali orang-orang yang bermuamalah untuk saling memuliakan dan membahagiakan saudaranya seperti itu? Urusan jual beli yang harusnya dia menawar lebih murah malah minta harganya dinaikkan. Itupun setengah memaksa sampe suruh tanya ahlinya segala.

Saat menyampaikan cerita ini, para ulama memperkirakan bahwa sang ibu penjual kain sedang butuh uang. Maka ia rela menjual kain bagus dengan harga rendah, harapannya supaya kain itu segera berganti dengan sejumlah uang yang dibutuhkannya. Sang pembeli, Imam Abu Hanifah yang memang mengerti harga pasaran pada masa itu juga sudah menduga hal yang sama, maka beliau tidak ingin menambah kesulitan sang ibu dengan membeli kain tersebut terlalu murah.
Betapa cahaya akhlakul karimah terpancar dari sifat beliau. 
Tidak dapat dibayangkan seandainya saya yang berada di posisi itu, tentu jalan ceritanya akan lain jadinya.
Mungkin skenarionya begini.
"Ibu, berapa harga kain ini?" tanya saya kepo. Ketika dia menjawab "Cukup seratus ribu saja mbak."
Saya sudah menebak ibu itu pasti sedang butuh uang, masa' kain sebagus itu dihargai seratus ribu, yang bekas saja harganya masih di atas tigaratusan. Nah ini masih baru, masih dalam plastik. Mungkin saja itu hadiah dari seseorang dan belum sempat dipake sudah harus dilego. Apapun alasan dibaliknya tidak penting, ini kesempatan bagi saya menawar serendah mungkin, lumayan kalo dapat barang bagus dengan harga miring. Kalo butuh duit biar sedikit pasti ia terpaksa menjualnya juga. Namanya juga lagi butuh.

baca : nawar jangan sadis ah..!

"Wah seratus ribu saya gak bisa, kemahalan." kata saya bersandiwara. Berharap kalo dia mau ngurangin harga atas kemauannya sendiri.
"Tujuh puluh lima ribu bagaimana, mbak?" tanya si ibu penuh harap.
"Tidak mungkin. Masih terlalu mahal. Lagipula saya tidak terlalu butuh kain. Begini saja kalau lima puluh ribu saya beli deh ....."
Saya mulai berbohong dan berpura-pura tidak butuh, agar harga semakin turun lagi. Padahal saya tahu itu adalah kain yang mahal dan merasa inilah kesempatan saya mendapatkan kain berkelas harga kaki lima.
"Ya sudah deh mbak, lima puluh ribu tidak apa-apa yang penting jadi duit." kata ibu itu pasrah..
"Nah itu baru harga yang pantas untuk kain ini. Baiklah saya beli."
Yes saya untung besar! Saya bersorak kegirangan. Meskipun apa yang terjadi pada si ibu ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Dia sedang butuh duit dan saya pun makin membuatnya susah..

Duh, betapa gelapnya akhlak saya ini. Pantas rezeki menjauh dari diri saya. Benarlah nasihat orang bijak; Jangan biarkan dirimu berada dalam ruangan gelap. Karena bayanganmu sendiri bahkan meninggalkanmu di kegelapan seperti itu!
Ya. Jika cahaya akhlak telah padam dari dalam diri kita maka kegelapan akan menyelimuti bahkan bayangan saja menghindar, apalagi rezeki. Semoga Allah memaafkan segala kekhilafan kita di masa lalu, dan mengganti seluruh aktivitas jual beli kita mulai hari ini dengan kebaikan dan keberkahan.

Wallahu alam..

Comments

Popular posts from this blog

Ada Yang Salah di Otak Kita, Makanya Rezeki Kita Hanya Seuprit.

Menarik Rezeki dengan Asmaul Husna (5)

Bolehkah Menolak Rezeki?