Kehilangan Istri =Kehilangan Tulang Rusuk
ARTIKEL KE 830
Isteri adalah tulang rusuk suaminya
Artikel sebelumnya membahas curahan hati seorang suami yang justru jatuh cinta pada isterinya setelah isterinya tiada...
Seorang suami pernah bersumpah untuk selalu membuat istrinya bahagia seumur hidupnya.
Seiring berjalannya waktu, pria ini yang dulu statusnya hanya seorang buruh, kini telah menjadi kepala bagian, lalu membuat perusahaan konstruksi sendiri.
Sekarang perusahaannya semakin besar dan terkenal, godaan terhadap dirinya pun semakin banyak.
Malam itu, dia membalikkan badan istrinya, hanya sekedar ingin berhubungan suami istri.
Namun dia menyadari, kini istrinya semakin menua, tubuh yang langsing kini sudah berisi, nampak bergelambir dengan lemak di mana-mana, kulitnya pun tidak halus lagi, mulai ada kerutan di sana sini...
Jika dibandingkan dengan sejumlah wanita cantik di sekelilingnya, dia hanyalah seorang wanita desa yang kusam, keberadaan istrinya mengingatkannya pada masa lalu yang sederhana.
Dia berpikir, pernikahan ini sudah mencapai titik akhirnya.
Dia menyetorkan uang sebesar satu milyar ke rekening istrinya, agar istrinya dapat membeli rumah yang nyaman di pusat kota.
Dia bukanlah pria yang tak berperasaan, tidak memikirkan kehidupan istrinya selanjutnya, dia merasa kurang tenang kalau isterinya hidup tidak nyaman setelah diceraikan.
Akhirnya dia pun meminta untuk bercerai.
Istrinya duduk di hadapannya, dengan tenang mendengar alasan perceraiannya, mata istrinya pun terlihat tenang.
Namun mereka telah menikah selama 20 tahun, dia tahu betul semua tentang isrinya, dia tau bahwa tatapan tenang istrinya, sebenarnya menyimpan rasa perih yang teramat dalam di dalam hati.
Dia tiba-tiba menyadari bahwa dia sangat kejam. Tapi sudahlah....
Dia sudah memutuskan...
Hari yang telah ditentukan untuk berpisah pun tiba.
Hari itu sesuatu terjadi pada perusahaannya, ia menyuruh istrinya agar menunggu di rumah sebentar.
Saat siang hari, ia akan kembali membantu istrinya pindahan.
Pindah ke rumah baru yang telah dibelinya itu, dan 20 tahun pernikahan mereka berakhir sampai disini.
Sepanjang pagi, hatinya sangat gelisah.
Begitu siang tiba, ia segera kembali ke rumah. Namun rumah sudah sepi, istrinya telah pergi.
Di atas meja ia mendapati, kunci rumah yang ia belikan untuk istri, buku tabungan yang nilainya satu miliar, dan sepucuk surat yang ditulis oleh istrinya untuk dia.
Ini adalah surat pertama yang ditulis oleh istrinya untuk dia:
“Aku sudah pergi, kembali ke rumah orangtua di kampung ku.
Semua selimut sudah aku cuci, dan juga sudah dijemur, aku menaruhnya di rak sebelah kiri, saat musim dingin tiba, jangan lupa mengeluarkannya.
Semua sepatu kulit sudah ku semir, jika robek kamu bisa pergi ke toko sol sepatu dekat rumah.
Kemeja di lemari bagian atas, kaos kaki dan tali pinggang di laci bawah.
Saat beli beras, ingat beli merek Jin Xiang, pergilah ke supermarket, di sana tidak akan ada merek yang palsu.
Pembantu setiap minggu akan datang untuk bersih-bersih, jangan lupa berikan gaji dia setiap akhir bulan.
Oh ya, jika ada baju yang sudah tak terpakai, berikanlah pada pembantu itu, dia akan mengirimkannya ke kampung, keluarga mereka akan sangat senang dapat baju lungsuran yang masih bagus.
Setelah aku pergi, jangan lupa minum obat, lambung mu kurang sehat, saya sudah menyuruh orang membelikanmu obat lambung dari apotik, seharusnya cukup untuk setengah tahun.
Dan lagi, kamu selalu lupa membawa kunci saat keluar rumah, aku sudah menitipkannya pada tetangga, jika kamu lupa lagi, ambilah di sana.
Saat pagi, jangan lupa tutup jendela sebelum keluar rumah, air hujan yang masuk akan membahasi lantai.
Aku sudah membuatkan makanan untuk mu, saat pulang, makanlah itu.”
Setiap huruf yang ditulis istrinya sangat tidak rapi. Namun setiap katanya bagaikan peluru yang menusuk ke dada secara bertubi-bertubi.
Dia perlahan menuju dapur, memakan pangsit yang sudah disiapkan.
Dia tiba-tiba berpikir akan 20 tahun yang lalu, dia berdiri di antara tumpukan tiang dan menjadi buruh semen.
Tidak jauh dari tumpukan tiang tersebut ada suara yang berteriak memanggil namanya sambil membawakan pangsit, mengingatkannya akan suara yang membawakan kebahagiaan itu; mengingatkannya akan rasa puas setelah memakan pangsit itu.
Seakan baru saja melewati sebuah pesta; mengingatkannya akan masa dimana ia mengucapkan sumpah, “aku akan membuat wanita ku bahagia.”
Dia berbalik menuruni tangga dan segera masuk ke mobil.
setengah jam, ia sampai ke stasiun kereta dan mendapatkan istrinya hendak masuk ke kereta menuju kampungnya.
Dengan nada yang tinggi ia berkata, “Kamu mau kemana?! Aku begitu lelah kerja setengah hari ini, dan tidak ada nasi di rumah, istri macam apa kamu? Keterlaluan, cepat ikut aku pulang!”
Dia terlihat sangat galak dan kasar (kompensasi dr penyesakannya)
Istrinya pun dengan mata yang basah, mengikutinya dari belakang dan ikut pulang ke rumah.
Perlahan-lahan, air mata istrinya menjadi bunga mekar.
Istrinya tidak tahu, suaminya yang berjalan di depan juga sedang menangis.
Saat perjalanan dari rumah menuju stasiun kereta, ia sangat ketakutan, takut juga tidak menemukan istrinya lagi, takut kehilangan istrinya.
Dia memarahi diri sendiri, begitu bodoh, hendak mengusir istri sendiri, ternyata kehilangan istrinya, seperti kehilangan tulang rusuk, begitu sakit. Pengalaman ini, membuat hubungan mereka semakin erat setiap harinya.
Sayangilah istri anda karena kehilangan seorang istri yang baik hatinya sama saja seperti kehilangan tulang rusuk. Istri yang baik akan menemani engkau hingga engkau sukses dan kaya raya. Namun setelah engkau kaya raya, janganlah engkau berpaling dari mereka dan menggangap mereka tidak lagi berguna. Pernah ada orang berkata “kesetiaan seorang wanita diuji ketika sang pria tidak mempunyai apa-apa, dan kesetian seorang pria diuji ketika ia telah mempunyai segalanya”.
baca juga: merasa cukup dengan yang halal
Wallahu alam...
Comments
Post a Comment