Mengapa Tega Membuang Bayimu? Dia Lahir Membawa Rezekinya Sendiri.
Seringkali kita membaca di berita atau melihat langsung di sekitar kita ada bayi ditemukan di tong sampah, di selokan, di pinggir jalan atau di tempat-tempat yang tidak seharusnya baik dalam keadaan hidup ataupun sudah mati. Bayi-bayi suci yang tak berdosa itu pasti bertanya mengapa aku dibuang? Aku salah apa? Tapi karena mereka adalah makhluk kecil tak berdaya menjadikan kita berkuasa penuh terhadap nasibnya. Jika kita ingin membuangnya, membunuhnya, melemparkannya di selokan dia toh tidak akan bisa protes dan melapor ke Komnas Perlindungan Anak. Apalagi kalu kita melakukannya secara sembunyi-sembunyi, menghindar dari tatapan tanda tanya orang. Atau menghindari aparat yang siap menangkap kita. Kita sembunyi melakukannya, padahal kita lupa kalau Allah maha melihat.
Berani sekali kita ini! Menyingkirkan apa yang telah diamanatkan Allah kepada kita, sementara banyak pasangan di luar sana berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh amanat itu. Allah belum berkenan memberi mereka. Tapi mereka tak menyerah dan tetap bersyukur. Tetapi kita yang telah diamanahiNya tanpa harus bersusah payah melakukan tindakan kejam, membuang bahkan membunuhnya. Seakan membenarkan perbuatan bejat kita.
Binatang apa manusia ini?
Binatang apakah manusia itu? Mengapa tega memutuskan kehidupan seorang bayi? Mengapa kita yang menentukan jalan hidupnya? Mengapa kita tega membunuh apa yang telah ditetapkan Allah untuk hidup ? Padahal Allah telah menuliskan bagi bayi yang baru lahir rezekinya bersama dengan ajalnya, amalnya, celaka atau bahagianya kelak, sebagaimana hadits Rasulullah " Sesungguhnya tiap-tiap kalian akan dikumpulkan dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nuthfah, kemudian menjadi alaqoh selama itu juga, kemudian menjadi mudhghoh selama itu juga, kemudian diutuslah malaikat untuk meniup ruh padanya. Lalu diperintahkan untuk menulis 4 kata : rezekinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya" (H.R.Bukhari-Muslim).Berani sekali kita ini! Menyingkirkan apa yang telah diamanatkan Allah kepada kita, sementara banyak pasangan di luar sana berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh amanat itu. Allah belum berkenan memberi mereka. Tapi mereka tak menyerah dan tetap bersyukur. Tetapi kita yang telah diamanahiNya tanpa harus bersusah payah melakukan tindakan kejam, membuang bahkan membunuhnya. Seakan membenarkan perbuatan bejat kita.
Dosa berlipat
Mengapa ada yang tega membuang atau membunuh bayi yang baru dilahirkannya? Alasan yang paling utama adalah malu. Malu karena anak itu diperoleh dari hasil hubungan yang haram. Malu kepada siapa? Malu kepada manusia, tapi tidak malu pada Allah. Tidak malu melakukan perzinahan, tidak malu membuang atau menghilangkan nyawa manusia. Berzina itu dosa besar, mendekatinya saja dilarang, apalagi melakukannya. Buah dari perbuatan dosa itupun dilanjutkan dengan dosa yang lainnya lagi yaitu menyia-nyiakan / membunuh bayi yang lahir. Ataupun ada yang sengaja menggurkannya sebelum lahir dengan bantuan dukun sesat, bidan atau dokter bejat.
Di akhirat kita akan disuruh mempertanggung jawabkan kedua perbuatan tersebut secara terpisah. Karena berzina dan membunuh dua-duanya dosa besar apakah kita akan luput dari siksa? Bisa jika Allah mengampuninya. Tapi untuk diampuni kita punya jalan panjang untuk bertobat. Untuk menunjukkan bahwa kita pantas untuk diampuni.
Larangan membunuh anak
Bayi itu suci. Dia lahir membawa rezekinya sendiri. Rezeki yang dititipkan Allah di tangan kita, orangtuanya, Kita dilarang untuk membunuh anak-anak kita sebab takut miskin, karena Allah lah yang akan menjamin rezeki anak-anak itu. " Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu, Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar" (Q.S. Al Isra : 31). Dia Maha Kaya diantara semua yang kaya karena kekayaannya tak terbatas. Membunuh anak berarti kita tidak percaya pada janji Allah.
Membunuh dengan sengaja berarti kita memutuskan haknya untuk hidup. Haknya untuk menikmati dan memanfaatkan rezeki Allah. Haknya untuk menjadi anak saleh yang akan berbakti pada kita, yang tak akan berhenti mendoakan kita agar selamat di dunia dan di akhirat.
Siapkah jika rezeki dicabut karena perbuatan kita?
Membunuh atau menyia-nyiakan bayi hasil hubungan gelap tidak akan menjadikan kita orang bermartabat. Mungkin manusia bisa kita tipu, tapi Allah tidak. Yang membuat kita bermartabat jika kita bisa mendidiknya untuk mendekati Allah, mengangkat anak yatim yang miskin untuk kita didik pun suata tindakan yang terpuji. Apalagi jika mendidik darah daging kita sendiri. Dia suci, lahir karena kasih dan rahmat Allah padanya. Dia terbebas dari perilaku buruk kita yang menyebabkan dia lahir. Dia berhak hidup karena Allah menghendakinya.
Jika kita tetap memutuskan menyia-nyiakannya, berarti kita menyia-nyiakan rezeki yang Allah titipkan pada kita. Jangan heran jika Allah juga mengurangi bahkan mencabut rezeki yang seharusnya milik kita. Kalaupun diberi rezeki menjadi tidak berkah, tidak memberikan manfaat bagi kita. Beranikah kita menantang Allah? Siapkah jika rezeki dicabut karena perbuatan tangan kita sendiri? Wallahu alam.
Comments
Post a Comment