Puasa yang Mempengaruhi Perilaku

ARTIKEL KE 733  

PUASA SEJATI (the true fasting)

Karena sekarang lagi bulan ramadhan, tulisan tentang puasa sangat relevan untuk dibaca di sela-sela kesibukan dan ibadah utama lainnya.
Dikisahkan pada suatu hari Imam Ahmad Ibnu Hanbal rahimahullāh sedang berpuasa. Saat menjelang buka puasa dengan dua potong roti kering, tiba-iba datanglah seorang pengemis ke rumah beliau untuk meminta belas kasihan.


Imam Ahmad merasa iba dengannya dan memberikan dua potong roti kering yang sedianya akan dipake berbuka, sementara tak ada lagi makanan yang tersisa di rumah beliau.
Beliau berbuka hanya dengan segelas air putih dan keesokan harinya bersahurpun dengan segelas air putih. Luar biasa bukan iman orang-orang saleh ? (baca : bebaskan hal ini di bulan ramadhan)
Orang yang berpuasa tak hanya sekedar menahan rasa lapar dan dahaga saja tapi praktis puasanya telah mempengaruhi perilaku kesehariannya.
Inilah yang disebut "the true fasting" alias PUASA SEJATI (sebenar-benarnya puasa).

Apakah PUASA SEJATI itu?
Puasa sejati bukanlah hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dan hubungan seks saja, akan tetapi makna puasa lebih luas dari itu.
Sebagaimana yang diisyaratkan oleh shahābat Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang bernama Jābir bin 'Abdullāh radhiyallāhu 'anhu:

"Jika engkau berpuasa hendaklah telingamu ikut berpuasa, lisanmu ikut 
berpuasa dan matamu ikut berpuasa." (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah) Jadi, Jābir 
bin 'Abdullāh memberikan sebuah makna yang sangat dalam dari ibadah puasa. Ternyata puasa itu bukan hanya sekedar menahan haus dan lapar.
• Apa itu PUASA MATA?
Yaitu menjaga mata dari melihat hal-hal yang diharamkan Allāh Subhānahu Wa Ta'āla.
Demi mengamalkan firman Allāh Subhānahu Wa Ta'āla:

"Katakanlah (wahai Muhammad) kepada kaum mu'minin agar mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka." (An-Nūr 30) Dan Allāh berkata kepada kaum mu'mināt:

"Katakanlah (wahai Muhammad) kepada kaum mu'mināt, hendaklah mereka senantiasa menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka." (An-Nūr 31). Jadi Allāh menjelaskan didalam ayat ini bahwa mata digunakan untuk sesuatu yang tidak dimurkai oleh Allāh. Kita terkadang heran dengan perilaku sebagian orang yang berpuasa, biasanya pada sore hari duduk-duduk (ngabuburit) di jalan-jalan.
• Apa itu PUASA LISAN?
Puasa lisan adalah menggunakan lisan ini dalam hal-hal yang diridhai Allāh Subhānahu Wa Ta'āla. Jika tidak bisa mengatakan kata-kata yang baik, maka diamlah.
Kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

"Barangsiapa yang beriman kepada Allāh dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim). Aneh sekali jika orang yang berpuasa tapi masih menggunjing orang lain, berbohong, mencaci orang lain. Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menegaskan dalam sebuah hadits shahīh:
"Orang yang berpuasa kemudian tidak meninggalkan perkataan dusta, Allāh tidak butuh dengan laparnya dan dahaganya." (HR. Bukhari). Ini peringatan keras dari Nabi kita shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwa orang yang berpuasa tapi masih menggunjing orang lain, gemar berdusta, suka mencaci dan menghina orang lain maka orang-orang seperti ini puasanya tidak dibutuhkan Allāh. Dan bisa sampai tidak diterima oleh Allāh Subhānahu Wa Ta'āla seandainya dia tidak memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun puasa.
• Apa itu PUASA TELINGA?
Yaitu kita berusaha untuk tidak memasukkan ke dalam telinga kita kecuali sesuatu yang baik.
Maka jangan habiskan waktu berpuasa kita (dan juga ketika tidak berpuasa) untuk mendengarkan gosip/aib orang lain ataupun nyanyian/musik yang tak bermanfaat. Habiskan waktu  mendengarkan bacaan Al-Qurān ataupun pengajian.
(baca: hati-hati perampok di bulan puasa)

Maka, puasa sejati sesungguhnya adalah berpuasa bukan hanya dengan perutnya saja tapi juga berpuasa dengan telinga, mata dan lisannya bahkan seluruh anggota tubuhnya (tangan, kaki, hati).

Wallahu alam

Baca juga : mendulang rezeki di bulan ramadhan
____________________________

Comments

Popular posts from this blog

Ada Yang Salah di Otak Kita, Makanya Rezeki Kita Hanya Seuprit.

Menarik Rezeki dengan Asmaul Husna (5)

Bolehkah Menolak Rezeki?