Insya Allah Sudah Diatur Rezekinya
Belajar rezeki dari tukang koran.
Cerita ini berasal dari seorang kawan dan saya modifikasi sedikit, semoga bisa jadi masukan buat memulai hari mencari rezeki Ilahi.
Pagi yang kelabu, tampak seorang penjual koran berteduh di tepi sebuah warung... Sejak subuh hujan turun lebat sekali, seakan menghalanginya melakukan aktivitas berjualan koran seperti biasa. Siapa yang mau beli koran hujan-hujan begini?
Pikirku, gak ada satu sen pun uang yang bakal dia peroleh seandainya hujan gak berhenti. Gimana dia mesti makan dan beli kebutuhan hidupnya?
Namun, ....kegalauan yang kurasakan ternyata gak nampak sedikitpun di wajah Penjual Koran itu.
Namun, ....kegalauan yang kurasakan ternyata gak nampak sedikitpun di wajah Penjual Koran itu.
Hujan masih terus turun, seolah gak peduli dengan nasib orang yang terganggu dengan kehadirannya.
Si penjual koran masih masih duduk di tepi warung itu sambil tangannya memegang sesuatu. Sepertinya sebuah buku. Dengan sedikit kepo kuperhatikan dari jauh, lembar demi lembar dia baca. Awalnya aku gak tahu apa yang sedang dibacanya. Namun perlahan-lahan ku dekati....oh ternyata...Kitab Suci Al-Quran yg dibacanya.
Karena penasaran aku memulai pembicaraan dengannya. Ini kutipan percakapan antara aku dan PK (Penjual Koran), saat dia selesai membaca Quran.
Si penjual koran masih masih duduk di tepi warung itu sambil tangannya memegang sesuatu. Sepertinya sebuah buku. Dengan sedikit kepo kuperhatikan dari jauh, lembar demi lembar dia baca. Awalnya aku gak tahu apa yang sedang dibacanya. Namun perlahan-lahan ku dekati....oh ternyata...Kitab Suci Al-Quran yg dibacanya.
Karena penasaran aku memulai pembicaraan dengannya. Ini kutipan percakapan antara aku dan PK (Penjual Koran), saat dia selesai membaca Quran.
Aku : "Assalamu 'alaikum" ...
PK : “Wa'alaikumus salam" (tersenyum)
Aku : “Bagaimana jualan korannya mas ?" ...
PK : “Alhamdulillah, ...sudah terjual satu.” (Kagum aku dengan pikiran positifnya, satu laku aja dia alhamdulillah, sementara masih lebih banyak lembaran koran terbungkus plastik di tangannya yang belum laku)
Aku : “Susah juga kalau hujan begini lakunya, Mas ya?" ... (Maksudnya turut berempati dengannya)
PK : “In shaa Allah sudah diatur rezekinya.” (lagi..pikiran positifnya menggugahku)
Aku : “Terus, ....kalau hujannya sampai siang ?” (mulai nyinyir...)
PK : “Itu berarti rezeki saya bukan jualan koran, tapi banyak berdoa.” (wow..jawaban yang sungguh-sungguh membuatku terperangah !)
Aku : “Kenapa ?” (Aku mulai dirasuki rasa ingin tau alias kepo pangkat dua)
PK : “Bukankah Rasulullah SAW pernah besabda, ketika hujan adalah saat yang mustajab untuk berdoa. Maka, kesempatan berdoa itu adalah rezeki juga.” (wow tukang koran yang luar biasa). Mungkin yang dimaksudkannya salah satu hadits Rasulullah tentang hujan ini :
Silakan baca apakah hujan menandakan limpahan rezeki?
Aku : “Trus, kalau gak dapat uang, gimana ?” (masih nyinyir...)
PK : "Berarti, rezeki saya adalah bersabar" (semakin takjub saya dengan jawabannya)
Aku : "Kalau gak ada yg bisa dimakan ?" ..... (mulai kuatir)
PK : “Berarti rezeki saya berpuasa"
Aku : “Kenapa bisa berfikir seperti itu ?”
PK : “Allah SWT yang memberi kita rezeki.. Apa saja rezeki yang Allah berikan saya syukuri. Selama berjualan koran saya gak pernah ngeluh.... walaupun jualan gak laku, gak dapat uang dan harus berpuasa.... namun saya gak pernah kelaparan dan kekurangan" (betul juga, pikirku, baca : manusia yang ribut soal rezeki adalah manusia yang gak tahu diri).
Aku : "Kok bisa tenang banget, Mas? Bukankah uang itu penting?"
PK : "Betul, tapi kebahagiaan bukan ditentukan oleh banyaknya uang di kantong mas, tapi oleh hati yang selalu bersyukur. Dengan bersyukur kita merasa cukup, sehingga bisa menerima apapun takdir Allah pada kita. Dapat uang, alhamdulillah, gak dapat pun alhamdulillah. Bukankah sabar dan puasa itu pahalanya besar?"
Aku : "Itu bukannya apatis dan pasrah?"
PK : "Bukan mas, apatis dan pasrah itu masa bodoh, gak mau berusaha dan malas. Sementara saya berikhtiar sesuai dengan kemampuan. Saya berusaha tapi berharap rezeki tetap sama Allah. Karena bukan ikhtiar saya yang datangin rezeki tapi semata-mata karena Allah ridha sama saya. Gak berusaha pun kalo Allah mau saya pasti dapet rezeki. Tapi saya malu, Mas.. Malu sama Allah. Terlalu banyak nikmat yang diberiNya sementara ikhtiar dan ibadah saya pas-pasan... - kata-katanya ikhlas menutup pembicaraan.
PK : “Wa'alaikumus salam" (tersenyum)
Aku : “Bagaimana jualan korannya mas ?" ...
PK : “Alhamdulillah, ...sudah terjual satu.” (Kagum aku dengan pikiran positifnya, satu laku aja dia alhamdulillah, sementara masih lebih banyak lembaran koran terbungkus plastik di tangannya yang belum laku)
Aku : “Susah juga kalau hujan begini lakunya, Mas ya?" ... (Maksudnya turut berempati dengannya)
PK : “In shaa Allah sudah diatur rezekinya.” (lagi..pikiran positifnya menggugahku)
Aku : “Terus, ....kalau hujannya sampai siang ?” (mulai nyinyir...)
PK : “Itu berarti rezeki saya bukan jualan koran, tapi banyak berdoa.” (wow..jawaban yang sungguh-sungguh membuatku terperangah !)
Aku : “Kenapa ?” (Aku mulai dirasuki rasa ingin tau alias kepo pangkat dua)
PK : “Bukankah Rasulullah SAW pernah besabda, ketika hujan adalah saat yang mustajab untuk berdoa. Maka, kesempatan berdoa itu adalah rezeki juga.” (wow tukang koran yang luar biasa). Mungkin yang dimaksudkannya salah satu hadits Rasulullah tentang hujan ini :
Silakan baca apakah hujan menandakan limpahan rezeki?
Aku : “Trus, kalau gak dapat uang, gimana ?” (masih nyinyir...)
PK : "Berarti, rezeki saya adalah bersabar" (semakin takjub saya dengan jawabannya)
Aku : "Kalau gak ada yg bisa dimakan ?" ..... (mulai kuatir)
PK : “Berarti rezeki saya berpuasa"
Aku : “Kenapa bisa berfikir seperti itu ?”
PK : “Allah SWT yang memberi kita rezeki.. Apa saja rezeki yang Allah berikan saya syukuri. Selama berjualan koran saya gak pernah ngeluh.... walaupun jualan gak laku, gak dapat uang dan harus berpuasa.... namun saya gak pernah kelaparan dan kekurangan" (betul juga, pikirku, baca : manusia yang ribut soal rezeki adalah manusia yang gak tahu diri).
Aku : "Kok bisa tenang banget, Mas? Bukankah uang itu penting?"
PK : "Betul, tapi kebahagiaan bukan ditentukan oleh banyaknya uang di kantong mas, tapi oleh hati yang selalu bersyukur. Dengan bersyukur kita merasa cukup, sehingga bisa menerima apapun takdir Allah pada kita. Dapat uang, alhamdulillah, gak dapat pun alhamdulillah. Bukankah sabar dan puasa itu pahalanya besar?"
Aku : "Itu bukannya apatis dan pasrah?"
PK : "Bukan mas, apatis dan pasrah itu masa bodoh, gak mau berusaha dan malas. Sementara saya berikhtiar sesuai dengan kemampuan. Saya berusaha tapi berharap rezeki tetap sama Allah. Karena bukan ikhtiar saya yang datangin rezeki tapi semata-mata karena Allah ridha sama saya. Gak berusaha pun kalo Allah mau saya pasti dapet rezeki. Tapi saya malu, Mas.. Malu sama Allah. Terlalu banyak nikmat yang diberiNya sementara ikhtiar dan ibadah saya pas-pasan... - kata-katanya ikhlas menutup pembicaraan.
Pelajaran dari kisah ini :
Pembaca ...Hujan pun berhenti dan mulai kurangkai adegan yang tadi dan percakapan yang sangat menginspirasi soal hujan dan rezeki.
Si penjual koran bersiap-siap melakukan aktivitasnya dan mulai menjajakan korannya. Ia pun pergi sambil memasukkan Al-Quran kembali dalam tasnya.
Aku termenung ... tanpa kusadari ... air mata mulai bejatuhan... Aku tersadar....
setelah merenungi setiap kalimat tausiah yang diucapkan penjual koran tadi...
setelah merenungi setiap kalimat tausiah yang diucapkan penjual koran tadi...
Ada penyesalan di dalam hati....mengapa kalau hujan ada yg resah-gelisah....
Kuatir tidak dapat uang.... Risau rumahnya bakal terendam banjir.....
bimbang gak bisa datang kekantor karena jalanan pada macet.. .. suka berkeluh kesah tidak bisa bertemu rekan bisnis dan keuntungan melayang.....
Kuatir tidak dapat uang.... Risau rumahnya bakal terendam banjir.....
bimbang gak bisa datang kekantor karena jalanan pada macet.. .. suka berkeluh kesah tidak bisa bertemu rekan bisnis dan keuntungan melayang.....
Kembali baru ku sadari... Rezeki bukan berbentuk uang saja (baca : makna rezeki)...
Tetapi bisa dalam bentuk...hidayah.... kesabaran, ....berpuasa,..... berdoa, .....beribadah....rasa syukur....semuanya merupakan amal sholeh yang perlu kita syukuri....yang memungkinkan kita mendapat keridhaan Allah. Mungkin selama ini kita salah fokus rezeki.
Rezeki Allah luas. Bukan hanya berapa banyak uang yang kita dapat, tapi berapa banyak amalan yang makin mendekatkan kita padaNya? Bukankah apapun yang kita lakukan dalam mencari rezeki adalah ibadah? Dan bahwasanya rezeki itu bukanlah tentang banting tulang?
Wallahu alam...
Baca juga : 10 pelajaran rezeki dari tukang rujak.
Comments
Post a Comment