Waspadai Praktek Riba Di Sekitar Kita

Riba di sekeliling kita.

Sebelumnya admin sudah pernah menulis tentang riba mengambil alih rezeki kita. Bagaimana pengaruh riba sehingga bisa menenggelamkan rezeki kita. Bagaimana Allah mencabut keberkahan rezeki kita yang diperoleh dari praktek ribawi. Bagaimana orang Arab yang konon pemalas tapi negaranya kaya raya? Riba adalah praktek yang banyak terjadi di sekeliling kita, bisa saja kitapun ikut melakukannya karena ketidak tahuan..

Buat yang masih bingung membedakan antara hutang piutang (qardh) & kerjasama (mudhorobah; musyarokah), silahkan disimak ilustrasi berikut:



A : Gimana kabarnya mbak?
B : Sehat dek, alhamdulillah.
A : Ini saya selain silaturahmi juga ada perlu mbak.
B : Apa apa dek...apa yang bisa ta' bantu.
A : Anu..kalau ada uang 20 juta saya mau pinjam.
B : Dua puluh juta? Banyak sekali. Untuk apa dek?
A : Tambahan modal mbak. Dapat order agak besar, modal saya masih kurang. Bisa bantu mbak?
B : Mmm..mau dikembalikan kapan ya?
A : Insya Allah dua bulan lagi saya kembalikan.
B : Gitu ya. Ini mbak ada sih 20 juta. Rencana untuk beli sesuatu. Tapi kalau dua bulan sudah kembali ya gak apa-apa, pakai dulu aja.
A : Wah, terimakasih mbak.
B : Ini nanti mbak dapat bagian dek?
A : Bagian apa ya mbak?
B : Ya kan uangnya untuk usaha, jadi kan ada untungnya tuh. Naa..kalau mbak enggak kasih pinjem kan ya gak bisa jalan usahamu itu, iya kan?
( sambil tersenyum penuh arti)
A : Oh, bisa-bisa. Boleh saja kalau mbak pengennya begitu. Nanti saya kasih bagi hasil mbak. Besarannya bisa kita bicarakan.
B : Lha, gitu kan enak. Kamu terbantu, mbak juga dapat manfaat.
A : Tapi akadnya ganti ya mbak. Bukan hutang piutang melainkan kerjasama.
B : Iyaa..gak masalah. Sama aja lah itu. Cuman beda istilah doang.
A : Bukan cuma istilah mbak, tapi pelaksanaannya juga beda.
B : Maksudnya??
A : Jadi gini mbak, kalau akadnya hutang, maka jika usaha saya lancar atau tidak lancar ya saya tetap wajib mengembalikan uang 20 juta itu. Tapi jika akadnya kerjasama, maka kalau usaha saya lancar, mbak akan dapat bagian laba. Namun sebaliknya, jika usaha tidak lancar atau merugi maka mbak juga turut menanggung resiko. Bisa berupa kerugian materi→uangnya tidak bisa saya kembalikan, atau rugi waktu→ kembali tapi lama.
B : Waduh, kalau gitu ya mending uangnya saya deposito kan tho dek: gak ada resiko apa-apa, uang utuh, dapat bunga pula.
A : Itulah riba mbak. Salah satu ciri2nya tidak ada resiko dan PASTI untung.
B : Tapi kalau uangku dipinjam si A untuk usaha ya biasanya aku dapet bagi hasil kok dek. 2% tiap bulan. Jadi kalau dia pinjam 10 juta selama dua bulan, maka dua bulan kemudian uangku kembali 10 juta+400 ribu.
A : Itu juga riba mbak. Persentase bagi hasil ngitungnya dari laba, bukan berdasar modal yang disertakan. Kalau berdasar modal kan mbak gak tau apakah dia beneran untung atau tidak. Dan disini selaku investor berarti mbak tidak menanggung resiko apapun donk. Mau dia untung atau rugi mbak tetep dapet 2%. Lalu apa bedanya sama deposito?
B : Dia ikhlas lho dek, mbak gak matok harus sekian persen gitu kok.
A : Meski ikhlas atau saling ridho kalau tidak sesuai syariat ya dosa mbak.
B : Waduh...syariat kok ribet bener ya.
A : Ya karena kita sudah terlanjur terbiasa dengan yang keliru mbak. Memang butuh perjuangan untuk mengikuti aturan yang benar. Banyak kalau tidak berkah bikin penyakit lho mbak.hehe. Hmmm...ya sudah, ini 20 juta nya hutang aja. Mbak gak siap dengan resiko kerjasama. Nanti dikembalikan dalam dua bulan yaa.
B : Iya mbak. Terimakasih banyak mbak. Meski tidak mendapat hasil berupa materi tapi insya Allah mbak tetap ada hasil berupa pahala.
Amiiin..
▶▶▶▶▶

Pelajaran dari ilustrasi ini :

Perhatikan jika melakukan bisnis apakah berupa akad kerjasama atau akad peminjaman uang.. ?
ini 2 hukum islam yg berbeda dan efeknya pun di dunia dan akhirat juga berbeda.
“… Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
(QS.Al-baqarah:275)

Sebenarnya apa sih tujuan islam melarang riba? Seharusnya kan asal saling sepakat, saling rela, gak kena dosa toh?
Hukum islam itu dibuat untuk mengatur agar manusia mendapatkan kemaslahatan sebesar-besarnya tanpa manusia merugikan siapapun, meskipun sekecil-kecilnya.

Mari kita bahas contoh LABA dan RIBA agar anda mudah untuk memahami dengan bahasa yang umum:
1. Saya membeli sebuah sepeda motor Rp. 10 Juta dan saya hendak menjual dengan mengambil untung dengan bunga 1% perbulan untuk jangka waktu pembayaran 1 tahun.
Transaksi seperti ini tergolong transaksi RIBAWI.
2. Saya membeli sepeda motor Rp. 10 juta, dan saya hendak menjual secara kredit selama setahun dengan harga Rp. 11.200.000,-. Transaksi ini termasuk transaksi SYARIAH.
Apa bedanya? Kan kalau dihitung-hitung ketemunya sama, untungnya tetap Rp. 1.200.000?

Mari kita bahas kenapa transaksi pertama riba dan transaksi kedua syar'i.

*TRANSAKSI PERTAMA RIBA,*disebabkan:
1. Tidak ada kepastian harga, karena menggunakan sistem bunga. Misal dalam contoh diatas, bunga 1% perbulan. Jadi ketika dicicilnya disiplin memang ketemunya untungnya adalah Rp. 1.200.000,-. Tapi coba kalau ternyata terjadi keterlambatan pembayaran, misal ternyata anda baru bisa melunasi setelah 15 bulan, maka anda terkena bunganya menjadi 15% alias labanya bertambah menjadi Rp. 1.500.000,-.
Jadi semakin panjang waktu yang dibutuhkan untuk melunasi utang, semakin besar yang harus kita bayarkan.
Bahkan tidak jarang berbagai lembaga leasing ada yang menambahi embel-embel DENDA dan BIAYA ADMINISTRASI, maka semakin riba, uang yang kita bayarkan. Belum lagi ada juga yang menerapkan bunga untuk transaksi yang tidak terbayar, jumlahnya terakumulasi dan bunga ini akhirnya juga berbunga lagi.
2. Sistem riba seperti diatas jelas-jelas sistem yang menjamin penjual pasti untung dengan merugikan hak dari si pembeli. Padahal namanya bisnis, harus siap untung dan siap rugi.

*TRANSAKSI KEDUA SYAR'I,* karena:
1. Sudah terjadi akad yang jelas, harga yang jelas dan pasti. Misal pada contoh sudah disepakati harga Rp. 11.200.000,- untuk diangsur selama 12 bulan.
2. Misal ternyata si pembeli baru mampu melunasi utangnya pada bulan ke-15, maka harga yang dibayarkan juga masih tetap Rp. 11.200.000,- tidak boleh ditambah. Apalagi diistilahkan biaya administrasi dan denda, ini menjadi tidak diperbolehkan.
Kalau begitu, si penjual jadi rugi waktu dong? Iya, bisnis itu memang harus siap untung siap rugi. Tidak boleh kita pasti untung dan orang lain yang merasakan kerugian.
Nah, ternyata sistem islam itu untuk melindungi semuanya, harus sama hak dan kewajiban antara si pembeli dan si penjual. Sama-sama bisa untung, sama-sama bisa rugi. Jadi kedudukan mereka setara. Bayangkan dengan sistem ribawi, kita sebagai pembeli ada pada posisi yang sangat lemah.

Nah, sudah lebih paham hikmahnya Allah melarang RIBA?
Kalau menurut anda informasi ini akan bermanfaat untuk anda dan orang lain, silakan share status ini, untuk menebar kebaikan.
Dakwah anda hanya dengan meng-KLIK SHARE/BAGIKAN, maka anda akan mendapatkan pahala dari orang yang membaca dari share anda, dan juga jika dishare lagi anda akan mendapatkan pahala dari orang yang membaca dari share kawan anda.
Mungkin lebih tepatnya MULTI LEVEL PAHALA.. menuju hidup yang lebih baik, rezeki yang lebih berkah dan Indonesia yang diberkahi...
Semoga bermanfaat..

Wallahu alam...

Comments

Popular posts from this blog

Ada Yang Salah di Otak Kita, Makanya Rezeki Kita Hanya Seuprit.

Menarik Rezeki dengan Asmaul Husna (5)

Bolehkah Menolak Rezeki?