Gembirakan Anak dengan Agamanya

ARTIKEL KE 867  

FITRAH KEIMANAN  

Semangat beragama kita seringkali begitu terburu-buru, misalnya ingin anak cepat taat, cepat hapal Quran, cepat bersyariah padahal iman dan cinta pada agama belum tumbuh .. lalu ?

Seorang teman datang pada saya. Dia tiba-tiba aja nangis setelah kami berpelukan. Dia bercerita dengan penuh kesedihan jika anak ke duanya tak menunjukkan komitmennya pada agama. Sekadar memintanya untuk membaca beberapa ayat Al-Qur’an setelah Maghrib pun ia enggan. Selalu menolak dan lari menjauh.. Padahal sebelumnya ia tak begitu.


“Dulu ia anak yang taat. Telah hafal juz 30 saat berusia 5 tahun... Telah hafal Hadits Arba’in An-Nawawiyah saat berusia 6 tahun... Dan telah disiplin shalat fardhu di usia 7 tahun," kata teman saya sambil terisak-isak.

Saya pun tertegun...  teringat saat-saat itu, saat dada saya penuh rasa iri dengan anak teman ini. Betapa tidak : anak bungsu saya seumuran dengan anak keduanya. Anak-anak saya sangat easy going dan suka jika saya kisahkan tentang bagaimana mencintai Allah lewat cerita-cerita para nabi dan rasul, saat anak teman saya itu telah menghafal Kitabullah...
Anak saya baru sekadar saya ajak mencintai Rasulullah melalui buku cerita kehidupan beliau, saat anak teman saya itu telah kuasai An-Nawawiyah... Anak saya baru saya ceritakan indahnya Islam, saat anak teman saya itu telah menegakkan syari’at Islam di usia yang sangat belia...

baca: tips membentuk anak saleh

Ya... saya dahulukan iman dan aqidah sebelum syari'ah, ibadah atau khuluqiyah. Saya tak ingin anak-anakku bersyari’ah tanpa niat... beribadah tanpa niat... atau berakhlak tanpa niat... Ya, karena tak sah amal mereka tanpa niat yang benar..
Sedangkan niat lahir dari kesadaran, dan kesadaran lahir dari keimanan. Sebagai Muslim saya sadar sekali jika amal harus lahir dari kesadaran, bukan pembiasaan atau conditioning yang ujung-ujungya hanya sekedar menggugurkan kewajiban saja. Dalam psikologi aku tahu, conditioning itu sejatinya untuk hewan. Supaya lebih mudah ditaklukkan dan dipelihara..

Tapi, kenapa saat ini pendidikan iman dan aqidah menjadi anak tiri ? Yang sering saya baca dibrosur-brosur pendidikan Islam saat ini adalah tawaran pendidikan tahfiizhul-Qur’an sebagai anak emasnya, lalu ibadah dan akhlaq sebagai anak kandungnya.
Mungkin karena keberhasilan pendidikan tahfiizhul-Qur’an, ibadah dan akhlaq lebih mudah diukurnya : Bahwa anakku telah hafal 1 juz... bahwa anakku telah benar shalatnya... bahwa anakku telah cium tanganku ketika pulang... Sedangkan iman ???
Banyak yang bilang pendidikan iman dan aqidah itu bukan diabaikan, namun ditunda. Konon karena iman dan aqidah itu abstrak, sedang anak-anak masih berpikir kongkret... Konon karena iman dan aqidah itu kompleks, sedangkan pikiran para bocah itu masih simpel...
Ah, saya tak mengerti. Mungkin karena ilmu saya masih kurang...
Justru yang saya tahu anak-anak itu berpikirnya sangat abstrak, penuh fantasi dan imajinasi... Justru yang saya tahu aqidah Islamiyah simpel, tak seperti aqidah agama lain yang rumit dan njelimet....

baca: kids zaman now itu aset

Mungkin kita banyak lupa bahwa iman itu fitrah, bahwa Allah telah mensyahadatkan kita dan anak-anak kita saat kita masih di alam ruh... Lalu ayahnya telah mensyahadatkannya pula saat ia lahir ke dunia, lewat kumandang adzan di telinga kanannya...



Andai iman dan aqidah telah kita asuhkan saat buah hati belum berusia 7 tahun, tentulah anak-anak kita akan sangat familiar dengannya. Apalagi jika itu dilakukan oleh ayahnya, karena sang ayahlah Sang pendidik Aqidah itu.

Maka, ayahbunda, didik dan hidupkanlah fitrah keimanan ananda sejak ia masih dalam kandungan. Karena satu-satunya yang sudah dapat dididikkan pada ananda sejak dari kandungan hanyalah iman.
Hembuskanlah ke dalam dadanya tentang cinta : mahabbatullah, bukan tentang taat. Karena cinta itulah yang kelak akan melahirkan harap, takut dan taat. Karena cinta itulah yang akan melantunkan kalimat iman yang sempurna : Aku ridha kepada Allah, Islam dan Rasulullah Muhammad SAW.

Dan hanya satu yang akan menumbuhkan fitrah iman penuh cinta itu, yaitu GEMBIRAKAN MEREKA DENGAN AGAMANYA. Sampaikanlah padanya bahwa Tuhannya adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang... bukan Tuhan yang suka menghukum kala dia nakal, ini dua pembeda yang sangat jelas, konsep penyayang dan penghukum. Permudahlah, jangan dipersulit... Gembirakanlah, jangan bikin mereka lari...
Penuhilah ananda dengan syukur, bukan kufur... Berbaik sangka dan optimislah, bukan buruk sangka dan pesimis akan rahmatNya... Katakanlah : inilah agama yang memerdekakan kalian dari thaghut dan hawa nafsu. tentu dengan bahasa sederhana yang bisa dimengerti anak-anak..

So...teman saya masih terus terisak dan kami terus lanjut berdiskusi soal anak-anak..
Semoga tulisan ini ada manfaatnya

baca juga : menjadi ortu dunia akhirat

Wallahu alam..

Comments

Popular posts from this blog

Ada Yang Salah di Otak Kita, Makanya Rezeki Kita Hanya Seuprit.

Menarik Rezeki dengan Asmaul Husna (5)

Bolehkah Menolak Rezeki?