Rezeki dalam Secangkir Kopi

MORNING COFFEE, SEBUAH RENUNGAN

Tulisan ini saya buat saat sedang menikmati segelas kopi seharga NT$ 45 di kantin kampus.. Saya jadi teringat sebuah kisah yang saya baca beberapa hari lalu tentang rezeki dalam secangkir kopi.
Saya pernah menulis artikel di blog ini tentang filosofi kopi terkait rezeki. Ya.. topik kopi memang selalu nikmat untuk dibicarakan...
OK...kembali ke laptop...

Beberapa orang alumni sebuah sekolah memutuskan untuk bertemu dan menjumpai guru sekolah mereka dulu yang kini sudah sepuh di rumah beliau. Setelah saling bertukar kabar bertanyalah sang guru tentang pekerjaan mereka sekarang ini.
Mereka pun saling berlomba menceritakan kisah sukses masing-masing. Ada yang dulunya nakal kini menjadi direktur BUMN, ada yang dulunya usil kini menjadi direktur bank asing, ada yang menjadi pengusaha sukses, dokter, arsitek, pengacara, konsultan dan ibu rumah tangga.
Melihat para alumni tersebut sangat sibuk  membicarakan kesuksesan mereka, guru tersebut mengambil seteko kopi panas dan beberapa wadah minum yang terbuat dari bahan yang berbeda. Ada yang terbuat dari keramik, kaca, melamin dan plastik.


"Silakan di minum kopinya, maaf cangkirnya beragam, "kata sang guru menyela pembicaraan murid-muridnya.
Hampir serempak, mereka kemudian berebut cangkir terbaik yang bisa mereka dapat. Akhirnya, di meja yang tersisa hanya satu buah cangkir plastik yang paling jelek.
Lantas, setelah semua mendapatkan cangkirnya, sang guru pun mulai menuangi cangkir itu dengan kopi panas dari teko yang telah disiapkannya.
Mari, silakan di tambah minumnya,”ajak sang guru ramah, yang kemudian ikut mengisi kopi dan meminum dari cangkir terakhir yang paling jelek.
Bagaimana rasanya? Nikmat kan? Ini dari kopi hasil kebun keluarga saya sendiri.” Kata sang guru menjelaskan.
"Wah, enak sekali Pak.. Ini kopi paling sedap yang pernah saya minum,”_ kata sang direktur bank asing yang langsung diiyakan oleh teman yang lain.
Nah, kopinya enak ya? Tapi, apakah kalian tadi memperhatikan. Kalian hampir saja berebut untuk memilih cangkir yang paling bagus hingga hanya menyisakan satu cangkir paling jelek ini?” tanya sang guru.
Murid-murid itu pun saling berpandangan.

Sang gurupun melanjutkan..
"Perhatikanlah, bahwa kalian semua memilih cangkir yang paling bagus dan menyisakan cangkir yang murah dan tidak menarik. Kalian saling berlomba untuk mendapatkan yang terbaik.
Memilih hal yg terbaik adalah wajar dan manusiawi. Namun persoalannya, ketika kalian tidak mendapatkan cangkir yang bagus itu perasaan kalian mulai terganggu. Kalian secara otomatis melihat cangkir yang dipegang orang lain dan mulai membandingkannya. Pikiran kalian terfokus pada cangkir, padahal yangg kalian nikmati bukanlah cangkirnya melainkan kopinya.‎
Hidup kita, baik kehidupan dunia maupun kehidupan ibadah, seperti kopi dalam analogi tersebut di atas, sedangkan cangkirnya adalah sarana, pekerjaan, jabatan, atau harta benda, rezeki yang kita punyai."

Semua alumni tertegun mendengar penjelasan dari sang guru.
Penjelasan dari sang guru telah menyentak kesadaran mereka.
"Anak-anakku tercinta...yang sangat beruntung karena telah diberi rezeki dan kesuksesan dari Allah SWT"
lanjut sang guru.
"Jangan pernah membiarkan cangkir mempengaruhi kopi yang kita nikmati. Cangkir bukanlah yang utama, kualitas kopinya lah yang terpenting.
 ‎Jangan berpikir bahwa kekayaan yang melimpah, sarana yang mewah, karier yang bagus, pekerjaan yang mapan, rezeki yang mudah merupakan jaminan kebahagian hidup dan kenikmatan dalam beribadah. Sesuatu yang kita anggap mendefinisikan diri kita sebenarnya. Aku direktur BUMN, aku direktur Bank dan lainnya..
Itu konsep yg sangat keliru._
Kualitas hidup dan ibadah kita ditentukan oleh  "Apa yang ada di dalam" bukan "Apa yg kelihatan dari luar. Itu hanya casing, cover atau bungkusnya..
Status, pangkat, kedudukan, jabatan, kekayaan, kesuksesan, popularitas, adalah sebuah predikat yang disandang.

Memang sih
_Tak salah jika kita mengejarnya.
_Tak salah pula bila kita ingin memilikinya.
_Namun, semua itu hanya sarana.
_Sarana hanya bermanfaat apabila bisa mengantarkan kita pada tujuan.
_Apa gunanya  memiliki segala sarana, namun tidak pernah merasakan kedamaian,ketenteraman, ketenangan, dan kebahagian sejati di dalam kehidupan kita?
_Itu sangat menyedihkan.
_Karena hal itu sama seperti kita menikmati kopi kualitas buruk yang disajikan di sebuah cangkir kristal yang mewah dan mahal..."_
_Kunci menikmati kopi bukanlah seberapa bagus cangkirnya, tetapi seberapa bagus kualitas kopinya..."
_Jangan mengejar kuantitas rezeki karena kuantitasnya tak akan pernah cukup dan tak akan pernah memberi kepuasan..sebanyak apapun itu.
Kejarlah kualitasnya alias berkahnya..

Selamat menikmati secangkir kopi kehidupan, pembaca tercinta...☕

Wallahu alam..

Comments

Popular posts from this blog

Ada Yang Salah di Otak Kita, Makanya Rezeki Kita Hanya Seuprit.

Menarik Rezeki dengan Asmaul Husna (5)

Bolehkah Menolak Rezeki?