Mengapa Nilai Kita Tidak Diukur Dari Banyaknya Rezeki?
Seorang penyair berkata, "jiwaku yang memiliki sesuatu itu akan pergi, mengapa aku harus menangisi sesuatu yang akan pergi?"
Dunia dengan harta berlimpah, emas dan peraknya, jabatan dan rumah megah bak istana tidak berhak mengalirkan setetespun air mata kita. Diriwayatkan oleh At Tirmidzy bahwa Rasulullah bersabda, "Dunia ini terkutuk, semua yang ada di dalamnya terkutuk, kecuali dzikir kepada Allah, hal-hal yang berkaitan dengan dzikir, seorang alim dan seorang yang terus belajar."
Dunia, kekayaan, rezeki yang banyak itu sebenarnya tidak lebih dari barang titipan. "Harta kekayaan, rezeki berlimpah, keluarga itu hanyalah titipan dan suatu saat barang titipan itu akan dikembalikan kepada pemilikNya.
Uang miliaran, rezeki yang terus mengalir, gedung megah, mobil mewah keluaran terbaru tidak akan menangguhkian kematian seorang hamba. Halim artThai, "demi hidupmu kekayaan takkan memberi manfaat kepada seorang pun, ketika dada sudah tersengal dan sesak menunggu ajal"
Oleh karena itu kalangan bijak bestari mengatakan " Tentukan harga sesuatu itu secara rasional, sebab dunia dan seisinya tidak lebih mahal dari jiwa seorang mukmin." Nilai seseorang tidak dilihat dari berapa besar hartanya, berapa banyak rezeki Allah yang diterimanya, berapa besar tabungannya di bank, tetapi keimanan dan takwanya pada Allah yang penting. Meski harta berlimpah, emas perak segunung, rezeki bertambah-tambah ditumpuk sampai menjulang tapi kalau tidak punya keimanan dan ketakwaan ibaratnya sama dengan orang miskin. Orang miskin yang papa dan tidak punya bekal menuju kampung yang abadi, negeri akhir zaman.
" Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main belaka (Q.S.Al Ankabut : 64).
Hasan Al Bashri mengatakan, "jangan tentukan harga dirimu kecuali dengan surga. Jiwa orang yang beriman itu mahal, tapi sebagian dari mereka itu menjualnya dengan harga yang murah."
Orang-orang yang menangis meraung-raung karena kehilangan harta mereka dan merasa rezekinya kurang dan diperlakukan tidak adil oleh Allah yang tidak menyesali dan bersedih atas merosotnya nilai keimanan mereka, membanjirnya dosa-dosa mereka, dan memandang sebelah mata nilai-nilai ketaqwaan kepada Allah bersedia menukar dunia dengan surga. Padahal surga itu abadi dan dunia itu fana. Mereka menganggap apa yang dilakukannya itu hebat dan bernilai. Padahal nilainya hanya seperti debu kering yang tertiup angin.
Intinya jangan pernah berbangga diri dengan harta berlimpah dan rezeki yang banyak yang dianugerahkan Allah kepada kita, jika harta itu tidak membantu kita memasuki surga yang abadi. " Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat." (Q.S. Al Insan : 27). Wallahu alam.
Dunia dengan harta berlimpah, emas dan peraknya, jabatan dan rumah megah bak istana tidak berhak mengalirkan setetespun air mata kita. Diriwayatkan oleh At Tirmidzy bahwa Rasulullah bersabda, "Dunia ini terkutuk, semua yang ada di dalamnya terkutuk, kecuali dzikir kepada Allah, hal-hal yang berkaitan dengan dzikir, seorang alim dan seorang yang terus belajar."
Dunia, kekayaan, rezeki yang banyak itu sebenarnya tidak lebih dari barang titipan. "Harta kekayaan, rezeki berlimpah, keluarga itu hanyalah titipan dan suatu saat barang titipan itu akan dikembalikan kepada pemilikNya.
Uang miliaran, rezeki yang terus mengalir, gedung megah, mobil mewah keluaran terbaru tidak akan menangguhkian kematian seorang hamba. Halim artThai, "demi hidupmu kekayaan takkan memberi manfaat kepada seorang pun, ketika dada sudah tersengal dan sesak menunggu ajal"
Oleh karena itu kalangan bijak bestari mengatakan " Tentukan harga sesuatu itu secara rasional, sebab dunia dan seisinya tidak lebih mahal dari jiwa seorang mukmin." Nilai seseorang tidak dilihat dari berapa besar hartanya, berapa banyak rezeki Allah yang diterimanya, berapa besar tabungannya di bank, tetapi keimanan dan takwanya pada Allah yang penting. Meski harta berlimpah, emas perak segunung, rezeki bertambah-tambah ditumpuk sampai menjulang tapi kalau tidak punya keimanan dan ketakwaan ibaratnya sama dengan orang miskin. Orang miskin yang papa dan tidak punya bekal menuju kampung yang abadi, negeri akhir zaman.
" Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main belaka (Q.S.Al Ankabut : 64).
Hasan Al Bashri mengatakan, "jangan tentukan harga dirimu kecuali dengan surga. Jiwa orang yang beriman itu mahal, tapi sebagian dari mereka itu menjualnya dengan harga yang murah."
Orang-orang yang menangis meraung-raung karena kehilangan harta mereka dan merasa rezekinya kurang dan diperlakukan tidak adil oleh Allah yang tidak menyesali dan bersedih atas merosotnya nilai keimanan mereka, membanjirnya dosa-dosa mereka, dan memandang sebelah mata nilai-nilai ketaqwaan kepada Allah bersedia menukar dunia dengan surga. Padahal surga itu abadi dan dunia itu fana. Mereka menganggap apa yang dilakukannya itu hebat dan bernilai. Padahal nilainya hanya seperti debu kering yang tertiup angin.
Intinya jangan pernah berbangga diri dengan harta berlimpah dan rezeki yang banyak yang dianugerahkan Allah kepada kita, jika harta itu tidak membantu kita memasuki surga yang abadi. " Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat." (Q.S. Al Insan : 27). Wallahu alam.
Comments
Post a Comment