Mengapa Kita Tetap Miskin?

Cerita Yang Membuka Mata.   

Cerita yang bisa saja fiktif tapi membuka mata kita, analogi yang layak untuk dipertimbangkan.
Konon suatu hari di sebuah desa, seorang yang kaya raya mengumumkan akan membeli monyet dengan harga Rp. 50,000,- per ekor. Padahal monyet disana sama sekali tak ada harganya karena jumlahnya yang banyak dan kerap dianggap sebagai hama pemakan tanaman buah-buahan.


Otak bisnis para penduduk desa mulai jalan. Mereka yang menyadari bahwa banyak monyet di sekitar desa pun kemudian mulai masuk hutan dan menangkapinya satu persatu.
Kemudian si Orang Kaya membeli ribuan ekor monyet dengan harga Rp
50,000,- . Karena penangkapan secara besar-besaran akhirnya
monyet-monyet menjadi langka dan semakin sulit dicari, penduduk desa pun menghentikan usahanya untuk menangkapi monyet-monyet tersebut..

Si Orang Kaya kemudian pergi melakukan perjalanan bisnis dan kesibukan urusan monyet untuk sementara mereda.

baca juga : Kok gak kaya-kaya?

Setelah kembali si Orang Kaya membuat pengumuman yang mengejutkan.
Si Orang Kaya sekali lagi kembali mengumumkan akan membeli monyet dengan harga Rp 100,000 per ekor. Tentu saja hal ini memberi semangat dan "angin segar" bagi penduduk desa yang tadinya menyerah untuk kemudian mulai menangkapi monyet lagi. Segala tenaga dan daya upaya dikerahkan untuk mencari monyet yang masih tersisa di hutan. Tak berapa lama, jumlah monyet pun semakin langka, makin kurang dari hari ke hari dan semakin sulit dicari. Akhirnya penduduk desapun kembali ke aktivitas seperti biasanya, yaitu bertani.
Karena monyet kini telah langka, harga monyet pun meroket naik hingga
Rp 150,000,- / ekornya. Tapi tetap saja monyet sudah sangat sulit
dicari.


baca juga : Ini dia jamu tolak miskin.

Sekali lagi si Orang Kaya mengumumkan kepada penduduk desa bahwa ia
akan membeli monyet dengan harga Rp 500,000,- per ekor!
Namun, karena si Orang Kaya harus pergi ke kota karena urusan bisnis,
Asisten pribadinya akan menggantikan sementara atas namanya.
Dengan tiada kehadiran si Orang Kaya, si Asisten pun berkata pada
penduduk desa: "Lihatlah monyet-monyet yang ada di kurungan besar yang
dikumpulkan oleh si orang kaya itu. Saya akan menjual monyet-monyet
itu kepada kalian dengan harga Rp 350,000,- / ekor dan saat si Orang
Kaya kembali, kalian bisa menjualnya kembali ke si Orang Kaya dengan
harga Rp 500,000
,-
Bagaimana...?"
Akhirnya, penduduk desa pun mengumpulkan uang simpanan mereka dan
membeli semua monyet yang ada di kurungan.

baca juga : kaya bukan pembenaran

Namun...
Kemudian... ternyata ....
Mereka tak pernah lagi melihat si Orang Kaya maupun si Asisten di desa itu!

Well....
Selamat datang di Wall Street..!
Inilah yang dikatakan orangsebagai "Monkey Bussiness"!
Hati-hati Pembaca....... jangan terjebak "Monkey Business"...
Seperti ikan Arwana,
Seperti ikan Lohan,
Seperti batu Akik,
Seperti bunga gelombang cinta,
Seperti burung love bird .. dan banyak lagi yang DULUnya pernah trend dan diminati.
Strategi seperti ini biasanya di lengkapi juga dengan propaganda bisnis yang luar biasa dengan cara pameran-pameran dan event-event besar dengan harga yang menggiurkan, kalo perlu sampe diskon 70 % sehingga masyarakat banyak yang tertarik untuk ikut bermain di dalamnya padahal di event-event itu bisa jadi aktornya adalah mereka yang bersandiwara untuk memikat masyarakat banyak.
Seperti semua barang yang kita beli tetapi bukan karena kita membutuhkan nya......tapi karena termakan iklan, termakan bujukan, termakan diskon.
Wajarlah jika kita tetap miskin. Karena kita mudah termakan bujukan dan rayuan tanpa menggunakan akal sehat. Kita seringkali memikirkan keuntungan sesaat tanpa menghitung efek jangka panjangnya....

Jika anda tetap miskin coba introspeksi diri. Jangan menyalahkan Allah karena kemiskinan kita. Percayalah kalo Allah tidak menciptakan kemiskinan.

Anda termasuk mana? Si Orang Kaya (Pengusaha) atau Penduduk Desa? 
Pilihlah dengan Bijaksana.

Wallahu alam...

Comments

Popular posts from this blog

Ada Yang Salah di Otak Kita, Makanya Rezeki Kita Hanya Seuprit.

Menarik Rezeki dengan Asmaul Husna (5)

Bolehkah Menolak Rezeki?